Thursday, February 6, 2020

Teks Deskripsi Museum Fatahilah yang Penuh Sejarah

Teks deskripsi adalah teks yang berisi tanggapan deskriptif dan personal terhadap objek. Tujuan teks deskripsi me nggambarkan objek dengan cara memerinci objek secara subjektif atau melukiskan kondisi objek dari sudut pandang penulis Teks deskripsi bertujuan menggambarkan/ melukiskan secara rinci dan penggambaran sekonkret mungkin suatu objek/ suasana/ perasaan sehingga pembaca seakan-akan melihat, mendengar, mengalami apa yang dideskripsikan.

Perhatikan langkah menyusun teks deskripsi berikut!
Langkah 1
Tentukan subjek yang akan dideskripsikan dan buat judul Judul teks tanggapan deskriptif berisi objek yang akan dideskripsikan dengan tanggapan personal penulis.

Langkah 2
Buatlah kerangka bagian-bagian yang akan dideskripsikan!
Teks deskripsi adalah teks yang berisi tanggapan deskriptif dan personal terhadap objek Teks Deskripsi Museum Fatahilah yang Penuh Sejarah

Langkah 3 Mencari Data
Carilah data dari subjek yang ditulis. Data dicari dengan cara mengamati subjek yang akan dideskripsikan! Gunakan tabel seperti contoh berikut!

Langkah 4
Tatalah kalimat-kalimat menjadi paragraf pembuka teks tanggapan deskriptif/ identifikasi, paragraf deskripsi bagian 1, deskripsi bagian 2, deskripsi bagian 3, dan paragraf penutup!

Langkah 5
Perincilah objek/ suasana yang kamu deskripsikan dengan menggunakan kata dan kalimat yang merangsang pancaindera. Pembaca yang tidak mengalami langsung seolah-olah melihat, mendengar, dan merasakan apa yang kamu deskripsikan. Gunakan variasi kata secara menarik.

Museum Fatahilah yang Penuh Sejarah
Perjalanan sejarah bangsa ini masih dapat kita pelajari dan juga kita nikmati sampai saat ini di Museum Fatahillah, yang berada di Kawasan Kota Tua, atau lebih tepatnya di Jalan Taman Fatahillah No. 2, Jakarta Barat. Disini anda bisa menelusuri berbagai macam peninggalan sejarah kota Jakarta sejak zaman prasejarah, masa kejayaan dari pelabuhan Sunda Kelapa, era penjajahan, sampai ke masa setelah kemerdekaan.

Sejarah Gedung
Gedung Museum yang berdiri saat ini, pada awalnya merupakan sebuah Balai Kota (Stadhuis) yang diresmikan oleh Gubernur Jendral Abraham Van Riebeeck di tahun 1710. Pembangunan gedung ini sendiri sudah dimulai pada era Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen, di tahun 1620. Karena kondisi tanah Jakarta yang labil membuat gedung ini sempat anjlok, sehingga dilakukan beberapa kali usaha pemugaran sampai peresmiannya.

Gedung Museum Fatahillah sempat mengalami beberapa kali peralihan fungsi. Gedung ini pernah berfungsi sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat (1925 sampai 1942), kantor pengumpulan logistik Dai Nippon (1942 sampai 1945), markas Komando Militer Kota atau Kodim 0503 Jakarta Barat (1952 sampai 1968). Barulah pada tahun 1968, gedung ini secara resmi diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta di 1968 dan diresmikan sebagai Museum Sejarah Jakarta di tanggal 30 Maret 1974 oleh Gubernur DKI Jakarta, yaitu Ali Sadikin.

Arsitektur bangunannya bergaya Neoklasik dengan tiga lantai dengan cat kuning tanah, kusen pintu dan jendela dari kayu jati berwarna hijau tua. Bagian atap utama memiliki penunjuk arah mata angin. Museum ini memiliki luas lebih dari 1.300 meter persegi. Bentuk bangunan tersebut menyerupai Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara.

Sejarah Museum
Pada tahun 1937, Yayasan Oud Batavia mengajukan rencana untuk mendirikan sebuah museum mengenai sejarah Batavia. Yayasan tersebut membeli gudang di sebelah timur Kali Besar tepatnya di Jl. Pintu Besar Utara No. 27 (kini Museum Wayang) dan membangunnya kembali sebagai Museum Oud Batavia. Museum Batavia Lama ini dibuka untuk umum pada tahun 1939.

Pada masa kemerdekaan museum ini berubah menjadi Museum Djakarta Lama di bawah naungan LKI (Lembaga Kebudayaan Indonesia) dan selanjutnya pada tahun 1968 ‘’Museum Djakarta Lama'’ diserahkan kepada PEMDA DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta pada saat itu, Ali Sadikin, kemudian meresmikan gedung ini menjadi Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974.

Museum Sejarah Jakarta sejak tahun 1999 bertekad menjadikan museum ini bisa menjadi tempat bagi semua orang baik bangsa Indonesia maupun asing, anak-anak, orang dewasa untuk menambah pengetahuan dan pengalaman serta dapat dinikmati sebagai tempat rekreasi. Untuk itu Museum Sejarah Jakarta berusaha menyediakan informasi mengenai perjalanan panjang sejarah kota Jakarta, sejak masa prasejarah hingga masa kini dalam bentuk yang lebih rekreatif.

Koleksi Museum
Museum dengan nama populer "Museum Fatahillah" ini menyimpan sekitar 23.500 koleksi barang bersejarah. Koleksi tersebut berasal dari Museum Jakarta Lama (Oud Batavia Museum) yang pada sebelumnya terletak di Jalan Pintu Besar Utara No. 27, yang pada saat ini ditempati oleh Museum Wayang.

Beberapa koleksi penting antara lain Meriam Si Jagur, Patung Dewa Hermes, Prasasti Ciaruteun peninggalan Tarumanagara, sel tahanan dari Untung Suropati (1670) serta Pangeran Diponegoro (1830). Ada juga lukisan Gubernur Jendral VOC Hindia Belanda dari 1602 sampai 1942, alat pertukangan zaman prasejarah dan koleksi persenjataan. Selain itu, ada koleksi mebel antik peninggalan abad ke-17 sampai abad ke-19, sejumlah keramik, gerabah dan juga prasasti.

Ruang-ruang pameran yang ada di Museum Fatahillah yakni, Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, Ruang Jayakarta, dan Ruang MH Thamrin. Pembagian ruangan dan penataan koleksi yang ada sangat mempertimbangkan aspek artistik dengan harapan bisa berfungsi seoptimal mungkin sebagai sumber informasi bagi para masyarakat. Koleksi yang dipamerkan ke publik hanya sekitar 500 buah, sedangkan sisanya disimpan didalam ruang penyimpanan. Secara berkala, koleksi tersebut dirotasi sehingga bisa dilihat oleh masyarakat.

Aktivitas Museum
Sejak tahun 2001 sampai dengan 2002 Museum Sejarah Jakarta menyelenggarakan Program Kesenian Nusantara setiap minggu ke-II dan ke-IV untuk tahun 2003 Museum Sejarah Jakarta memfokuskan kegiatan ini pada kesenian yang bernuansa Betawi yang dikaitkan dengan kegiatan wisata kampung tua setian minggu ke III setiap bulannya.

Selain itu, sejak tahun 2001 Museum Sejarah Jakarta setiap tahunnya menyelenggarakan seminar mengenai keberadaan Museum Sejarah Jakarta baik berskala nasional maupun internasional. Seminar yang telah diselenggarakan antara lain adalah seminar tentang keberadaan museum ditinjau dari berbagai aspek dan seminar internasional mengenai arsitektur gedung museum.

Melalui tata pamernya Museum Sejarah Jakarta berusaha menggambarkan “Jakarta Sebagai Pusat Pertemuan Budaya” dari berbagai kelompok suku baik dari dalam maupun dari luar Indonesia dan sejarah kota Jakarta seutuhnya. Museum Sejarah Jakarta juga selalu berusaha menyelenggarakan kegiatan yang rekreatif sehingga dapat merangsang pengunjung untuk tertarik kepada Jakarta dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya warisan budaya.